Pulang Dari Luar Negeri Demi Jual Kopi Pakai Becak
Kisah unik sekaligus inspiratif hadir dari seorang penjual kopi dari Desa Lumban Suhi Suhi, Samosir. Sepak terjangnya dalam berkarier cukup mengagumkan.
Bahkan pria satu ini sudah sukses di luar negeri dan bekerja di sejumlah perusahaan besar. Namun dia lebih memilih pulang kampung ke Indonesia.
Kepulangannya ke kampung halaman pun sempat ditolak orangtua dan dianggap bodoh. Sebabnya sudah sekolah tinggi dan sukses, tapi memilih jualan kopi dengan becak.
Pria bernama Sariaman Malik kini tengah mengembangkan bisnis barunya. Ia memilih jadi penjual kopi keliling atau kopling dengan becak motor yang telah dimodifikasi.
“Saya pemilik Kopling atau kopi keliling, yang saya buat di becak atau di betor (becak motor),” kata Sariaman seperti dikutip dari kanal YouTube CapCapung.
Bartender Sukses
Sebelumnya Sariaman menggeluti kariernya sebagai bartender. Bahkan ia kerap kali mendapatkan juara satu dalam berbagai kompetisi bartender di Indonesia.
“Sebelum saya jualan di kopling, tahun 1999 saya banyak pengalaman kerja sebagai bartender. Sewaktu itu saya sering mengikuti kompetisi di Indonesia. Beberapa kali jadi juara 1 dan mendirikan himpunan bartender di Sumatra Utara,” ujarnya.
Sebagai bartender profesional di tanah air, membawanya bisa ke kancah luar negeri. Ia bekerja di sejumlah perusahaan besar, termasuk hotel bintang lima.
Sayangnya keputusannya pulang dan berkarier di Indonesia tak diindahkan pihak keluarga. Mereka menilai, Sariaman telah sukses, tak perlu lagi memulai dari nol di kampung halaman.
“Pertama saya pulang ke kampung halaman, keluarga sangat-sangat tidak setuju. Karena orangtua menganggap saya sudah sekolah tinggi, punya pengalaman di luar negeri, sudah bekerja secara profesional. Tapi kok malah tinggal di kampung dan menganggap saya sangat bodoh. Saya ingin membuktikan, bisa berkarya untuk masyarakat,” ungkap Sariaman.
Kenikmatan Berbaur dengan Masyarakat
Kini pria yang mengaku sebelumnya tak suka dengan kopi itu beralih profesi dari meracik minuman beralkohol sebagai bartender ke kopi. Dia pun mengaku belajar soal kopi ke sejumlah guru.
Cita-citanya, bisa membudidayakan kopi dari Batak. Keunikan yang hadir selanjutnya dari becak yang dikendarainya berkeliling.
“Menurut saya, kopi ini budaya orang Batak yang ada di Samosir. Salah satu cara melayani tamu datang. Karena saya merasa, kalau yang di Samosir ini armada atau angkutannya ini adalah becak. Jadi saya ingin masyarakat itu bisa menikmati kopi di becak,” ucap Sariaman.
Kenalkan Kopi Mahal dengan Harga Terjangkau
Selain itu, Sariaman merasa senang bisa merangkul masyarakat menengah ke bawah.
“Ini akan membuat saya lebih dekat dengan masyarakat untuk kelas menengah ke bawah. Karena mereka juga layak menikmati kopi yang ada di coffeshop yang mahal,” tutur Sariaman.
Apalagi dengan transportasi becak, tentu mempermudah Sariaman dekat dengan masyarakat. Harapannya, supaya mereka bisa menikmati kopi mahal dengan harga terjangkau.
“Becak ini jadi salah satu cara mengedukasi masyarakat, bagaimana cara kopi-kok di coffeshop, hotel, maupun caffe. Sambil di perjalanan, bisa sambil menikmati pemandangan alam,” jelasnya.
Penggiat kopi seperti Sariaman, ternyata memberi dampak baik bagi para petani. Ia dan temannya akan membeli dengan harga yang tinggi.
“Berdampak ke petani kopi. Biasanya petani hanya menjual ke tengkulak, kalau di sini namanya toke. Saya langsung membeli ke petani dengan harga tanpa potongan. Jadi mereka bisa menikmati harga,” papar Sariaman.
“Nilai jual dari proses ini sangat tinggi. Jadi saya bisa menciptakan harga spesial ke petani. Kemudian saya roasting sendiri dan racik di dalam becak,” terangnya.
Tantangan Besar dan Keuntungan Jualan Kopi
Sariaman berkeinginan mengubah pola pikir masyarakat. Kopi asli dari Samosir sejatinya juga bisa dinikmati.
Bukan hanya sebagai bahan mesiu dan pewarna. Hal itu yang kerap menjadi alasan kopi dibeli dengan harga murah.
“Tantangan menggeluti kopi becak ini, saya harus mengedukasi masyarakat. Kopi arabica dan segala yang ada di Samosir ini memiliki cita rasa yang sangat baik. Dulunya menganggap kopi arabica itu bukan untuk diminum, misal buat mesiu, cat,” tukas Sariaman.
Di balik perjuangan Sariaman memulai bisnis koplingnya itu, ia merasa lebih tenang. Ada kebebasan dalam mengatur tanpa tekanan dari atasan.
“Kita menuju ke kebebasan waktu, kebebasan finansial dan kita bisa lebih banyak berekspresi atau berkarya tanpa ada tekanan dari atasan atau bos. Jadi kita bebas untuk menghasilkan produk dari usaha kita sendiri. Saya juga pernah mengalami jatuh bangun,” pungkasnya.