Selesai Jabat Kades, Pria Ini Jadi Eksportir Kopi Beromzet Miliaran Rupiah
Manat Samosir, petani kopi asal Kecamatan Lintong, Kabupaten Humbang Hasundutan sukses membangun perusahaan yang dinamai PT Penabur Benih Indonesia. Perusahaan ini ia dirikan bertepatan dengan masa awal pandemi 2020 lalu, yang sebelumnya berbentuk Usaha Dagang (UD).
Pengembangan ini dibantu oleh Asosiasi UMKM Sumut untuk pengurusan dokumen ekspor hingga akhirnya menembus pasar Taiwan dengan pengiriman 200 ton kopi selama satu tahun. Saat ini, dirinya juga memiliki sebuah brand kopi lokal dan tempat makan bernama ‘Sitalbak Coffee and Resto’.
“Saya lihat peluang di daerah saya khususnya di Lintong, Humbang Hasundutan. Potensi kopi sangat besar, setelah kita geluti kita berpikir kenapa orang lain yang mengelola kopi disini, sementara kopi ini ada di kampung kita. Kenapa tidak muncul dari kita, akhirnya kita mulai edukasi petani agar menjadi tuan di tanah sendiri,” ungkap Manat, rabu (25/8/2021).
Pria berusia 53 tahun ini mulai menjadi petani kopi sejak tahun 2000. Namun ia mengalami kebangkrutan pada tahun 2005. Sementara itu pada tahun 2007-2013, Manat diangkat sebagai kepala desa sambil tetap menjadi petani kopi.
“Akibat bangkrutnya saya dulu itu karena tidak ada penjemuran Green House, masih manual. Jadi sekarang sudah kami lengkapi dengan teknologi ini. Jadi cuaca kami kan ekstrem karena lokasi kami di atas bukit barisan nih,”
“Mau matahari muncul tapi turun hujan, sementara kopi kalau dijemur dan kena air kan mau langsung cacat dia. Tapi adanya green house ini dia jadi terlindungi,” ujarnya. Diceritakan Manat, kini PT Penabur Benih Indonesia sudah memiliki sekitar 800 petani yang tergabung dalam Gapoktan Mutiara Kasih yang memiliki 15 kelompok dan diluar Gapoktan.
“Jadi kopi petani yang kita serap dan olah, itulah saya kirim selain itu juga kita ajak untuk edukasi petani ini,” kata Manat. Dijelaskan Manat bahwa setiap tahunnya, PT Penabur Benih Indonesia mampu menghasilkan 200 ton penyerapan kopi Arabica Sumatera Lintong dari ratusan petani di Kecamatan Lintong.
Namun begitu, Manat juga bercerita banyak kendala yang harus ia lewati seperti SDM petani dan juga faktor cuaca. “Petani kita ini kan masih tradisional, jadi ternyata pengetahuan mereka masih minim sehingga perlu edukasi. Hasil kopi kita per hektar itu masih sangat rendah 500-700 kg per hektar sedangkan Vietnam mampu menghasilkan 2 ton per hektar. Jadi ketika kita dihadapkan masalah harga, masih tergantung dengan harga tinggi karena produksi kita rendah. Kedepannya kendala ini yang harus kita terobos,” jelasnya.
Dalam membina para petani di Kecamatan Lintong ini, Manat sudah bekerjasama dengan beberapa perusahaan yang melakukan CSR untuk mengajarkan budidaya kopi. Sementara itu, Manat juga senang lantaran pihak Pemkab setempat turut mendukung produksi kopi dengan melakukan peremajaan tanaman kopi.
“Jangan hanya orang lain di luar negeri yang menikmati kopi grade atas sementara kita hanya kopi grade lima ke atas,” sebutnya. Dua tahun membangun PT Penabur Benih Indonesia, omzet pendapatan mampu mencapai Rp10 miliar per tahun. Selain ke luar negeri, kopi dari PT Penabur Benih Indonesia sudah keliling Nusantara seperti Pekanbaru, Jakarta, hingga Bali sebagai penyuplai produk ke coffee shop yang kini sudah banyak.
Tak hanya itu, Manat juga cukup optimis lantaran saat ini sudah banyak para petani Millenial yang tertarik untuk berbisnis kopi. “Sudah banyak dan itu yang kita dorong. Istilah dulu, mereka enggan bertani karena semuanya manual. Namun sekarang pemerintah sangat getol untuk alat modern seperti sudah ada traktor, alat pelubang tanah. Makanya kita dorong Millenial dan grafiknya sudah mulai meningkat, ini hal yang cukup bagus,” pungkasnya.